Category Archives: Tantangan MGN

ITSAR: Rumah Kedua

ITSAR adalah suatu organisasi gabungan rohis (rohani islam atau remaja masjid) SMP di Kota Bandung yang berdiri sejak tahun 2000. Rohis yang bergabung diantaranya ada Rohis dari SMPN 1, SMPN 2, SMPN 5, SMPN 8, SMPN 11 dan SMPN 13 Bandung. Komunitas ini bergerak dalam pembinaan remaja di sekolah-sekolah. Banyak aktivitas yang diadakan di sini, mulai dari perkemahan (camping), kajian keislaman, makan bareng, main bareng dan lain-lain.

Logo ITSAR Bandung

Aku bergabung di ITSAR sejak tahun 2007 (SMP kelas 9). Aku bergabung dengan ITSAR pada awalnya diajak oleh kakak kelasku di SMP yang terlebih dahulu bergabung dengan ITSAR. Kesan pertamaku saat hadir di acara ITSAR, aku merasa kagum dengan prestasi-prestasi akademik mereka. Mereka bersekolah di SMA 3 Bandung, kuliah di ITB dan segudang prestasi lain. Akhirnya ITSAR menjadi rumah kedua, tempat dimana aku bisa mengembangkan diri dan berkiprah. Aku bergabung dengan komunitas ini sampai sekarang sudah punya bayi.

Apa makna ITSAR?

ITSAR adalah sikap mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. ITSAR adalah puncak tertinggi dalam tingkatan persaudaraan islam. Mulai dari berkenalan (ta’aruf), kemudian saling memahami (tafahum), setelah saling memahami maka akan muncul rasa saling menolong (ta’awun), kemudian akan saling menanggung dalam keadaan sedih maupun senang (takaful) sehingga pada akhirnya akan muncul rasa itsar. Sehingga harapan dari komunitas ini adalah persaudaraan islam yang ITSAR. Merasa seperti keluarga. Ya, seperti rumah bagiku.

Foto bersama setelah rapat persiapan acara Muslim Camp

Kalau ditanya mengapa masih bertahan di ITSAR? mengapa masih ingin berada di sini? Jawabannya, ITSAR bagiku bukan hanya komunitas, tapi jauh dari itu. ITSAR bisa jadi tempat pulang, rumah keduaku. Disini aku mendapat banyak pengalaman dan tempat berkarya.

Waktu SMP dulu, aku diminta membuat proposal perizinan untuk bakti sosial. Saat itu hanya berbekal pengalaman mengetik sebisanya, komputer dan printer baru yang dibelikan orang tua (yang akhirnya hanya dipakai main game dinner dash). Akhirnya mencoba membuat proposal yang berisi 4 – 5 lembar doang, ukuran fontnya 14, latar belakang seadanya, halaman ditulis manual pake tangan haha. Tapi, dari situ aku terus mencoba membuat proposal sampai akhirnya bisa.

Jadi kadiv acara di Muslim Camp

Pengalaman lain, di saat tahun 2014, saat itu ada agenda Muslim Camp di Lembang. Kalau tidak salah diamanahi jadi mengurus acara tapi kondisi masih urus berkas skripsi di kampus. Saat aku masih sibuk ngurus acara, seorang temen mengabari untuk meminta tandatangan berkas skripsi ke dosen pembimbing. Sempet panik karena aku masih di Lembang. Di hari terakhir acara aku akhirnya ngebut pakai motor dari Lembang ke kampus, lari-lari ambil berkas skripsi ke tempat jilid skripsi, trus berangkat ketemu dosen pembimbing dalam keadaan lusuh bahkan belum mandi :(. Sore hari itu, aku menyadari bahwa ITSAR bisa membuatku (dan teman-temanku yang lain) keluar dari zona nyaman kami. Menempa diri dan berkembang menjadi lebih baik.

ITSAR hadir di hari pernikahanku

ITSAR tidak berhenti hanya saat aku masih sekolah hingga kuliah, ITSAR bahkan hadir saat aku menikah. Panitia pernikahanku adalah teman-temanku di ITSAR. Mulai dari menyusun acara, membantu membungkus undangan, dan jadi tim yang siap siaga sejak subuh.

ITSAR memang menjadi rumah kedua. Rumah yang menjadi tempat berkarya, tempat yang menjadi tujuan untuk pulang, dan tempat mencurahkan perasaan yang belum terungkap di tempat lain.

ITSAR, bergerak tak kenal henti!

Tulisan ini dibuat untuk memenui tantangan mamah gajah ngeblog bulan Oktober. Alhamdulillah bisa ikut lagi setelah skip 2 bulan.

Kisah Lucu Newlywed

Masa pandemi yang sedang kita lalui ini membuat kita sering mendengar kabar duka, entah dari grup whatsapp, media sosial atau televisi. Kabar duka itu secara tidak langsung membuat kita cemas. Qadarullah keluarga kami pun sedang isolasi mandiri karena hasil swab rapid antigen pak suami positif. Aku pun demam tinggi disusul anak yang baru berusia 5 bulan pun demam. Alhamdulillah tema Tantangan Mamahgajah Ngeblog bulan Juli ini bertema kisah lucu. Jadi kami terhibur sambil membuka memori kejadian-kejadian lucu dalam hidup dan mengulasnya kembali bersama pak suami. Maklum kami ini keluarga garing, khawatir cerita yang ditulis nanti garing. wkwk.

Akhirnya saya teringat kejadian awal-awal menikah dan hidup merantau di Lampung. Kejadian-kejadian ini masih saja membuat saya dan pak suami tertawa kalau diingat-ingat. Semoga pembaca juga bisa ikut tertawa ya.. hehe

Mba Firdha dan Mas Mulki

Sekilas gak ada yang aneh dari sub judul itu. Tapi sebenernya itu judulnya kebalik dengan kenyataan. Namaku Mulki Rachmawati, sering dikira laki-laki. Tidak jarang kalau sedang chat dengan driver ojol dikira bapak-bapak atau mas – mas. Bahkan pernah saat di kampus aku dichat oleh seorang mahasiswa pasca “Abang, pernah ngambil kuliah ini?”. Duh, gustiii…. makjleb. Aku dikira abang-abang. Begitu pula pak suami yang nama lengkapnya Firdha Cahya Alam. Yaa.. benar. Dia sering dikira perempuan. Mba Firdha atau teh Firdha. Jadi, beliau lebih senang dipanggil Alam.

Hal ini bahkan terjadi saat kami akan menikah. Vendor tempat kami melangsungkan pernikahan mengira bahwa aku adalah calon mempelai laki-laki. “Duh… yaa Rabb, asa jodoh kieu“. Mau nikah aja kami kebalik juga namanya. Setelah menikah pun vendor tempat kami menikah masih salah mengira nama kami. Mereka mengirim sebuah pesan kepada suamiku. “Mba Firdha, selamat atas pernikahannya, saya mau minta kritik dan saran ya.” lalu suami membalas.. “Maaf mas, saya gak tahu soal vendor soalnya yang ngurus istri, tapi kemarin saya ngerasanya sih enak.” Kejadian ini bukan sekali dua kali, tapi sering banget. wkwk. Dasar jodoh! Sampai nasib ketuker soal gender aja bisa sama.

Bancet

Setelah menikah, kami menjalani LDM 3 bulan. Sekitar bulan Maret 2020, aku menyusul ke Lampung. Kami tinggal di kontrakan sederhana dekat kampus ITERA. Suatu hari, di bulan Oktober kalau tidak salah, saat itu musim hujan, halaman rumah sering terdapat genangan air. Banyak bermunculan hewan-hewan aneh di rumah seperti kecoa atau kaki seribu. “Lampung asa kieu-kieu teuing sih… “ rengekanku saat itu.

Suatu maghrib yang tenang tiba-tiba aku melihat seonggok katak yang sedang asik nongkrong di atas meja. aku berteriak, “ayang, banceet…“. Suami malah loading. Dia bingung, apa itu bancet. Aku sudah lari terbirit ke arah suami, dia hanya melihat sekeliling. Tidak lama.. “eh, aduh.. ihh katak… iiiisshhh… hush hussh.” Suami berusaha mengusir katak sambil merasa jijik. “ih ada katak, ih..”. Suami langsung mengambil sapu panjang, menghalau katak itu. Katak tidak bergeming, mungkin kalau dia bisa bicara “naon sih maneh… urang keur anteng“. Suami terus menghalau katak sampai kontrakan kami porak poranda, tapi katak tidak bergeming.

Tiba-tiba hal yang mengerikan terjadi. Katak itu terbang… kami berdua berteriak ” aaaaaa….. bancet“. Kami bersembunyi di kamar. Lalu kami keluar untuk melihat di mana katak itu berada. Mungkin kali ini katak itu bilang “hahaha… payah kalian para manusia.” Ternyata, katak itu tidak jauh dari kakiku. Aku berusaha loncat, tapi saat itu aku sedang hamil. Bayangkan betapa sulitnya aku untuk kabur dari sang katak. Suami terus berkejaran dengan katak sampai kontrakan kami sudah tak berbentuk. Setelah satu episode drama korea (wkwkwk ga deng). Akhirnya dia berhasil mengusir katak keluar dari rumah. Alhamdulillah… sebuah pertarungan laga berakhir damai dan ternyata aku tahu suamiku takut katak.

Sakit Gigi

Di masa kehamilanku, sekitar 5 bulan, aku mengalami sakit gigi yang luar biasa. Tak jarang aku menangis karena kesakitan. Mencari dokter gigi pun sulit karena sedang masa pandemi. Akhirnya aku mencoba browsing, mencari cara untuk meredakan sakit gigi. Ternyata salah satunya adalah dengan mengompres dingin bagian gigi yang sakit. Akhirnya aku sering minta dibelikan es untuk mengompres gigi. Suatu malam, gigiku sangat sakit. Aku mencoba membangunkan suamiku. “Yang, gigiku sakit…” Suamiku yang sedang terlelap itu berusaha menolong. “hmm… pakai apa, es nya habis.” Lalu aku meminta diambilkan air saja siapa tahu mereda. Akhirnya karena mengantuk aku kembali tertidur.

Tidak lama, gigiku terasa sakit lagi. Aku kembali membangunkan suamiku. “Yang, sakit lagi. sakit banget…” Suami yang terlelap mulai bangun dan berkata “tempelin aja pake panci.” Aku yang kesakitan… “ha? apa? masa sih.. atuuhh..” aku mulai meringis.. suami berkata lagi “tempelin aja di tembok kamar mandi. kan dingin.” Aku yang sakit gigi itu mulai mewek. “huaaaa… ayang aku sakit gigi.”

Keesokan paginya aku bertanya, “ayang sadar ga tadi malam ngomong apa?” Lalu dengan entengnya dia menjawab. “Ha? emang aku bilang apa?”

Terima kasih sudah membaca sepotong episode kehidupan Mulki dan Alam yang isinya garing-garing manis kaya eggroll, saking garingnya sampai hanya remeh-remehnya aja yang bisa dimakan.